Rezeki itu dari Allah, Tapi Tetaplah Berikhtiar
Semua
rezeki yang ada, itu berasal dari Allah, karena Allah adalah Ar-Razzaq
(Maha Pemberi Rezeki). Ada orang yang berusaha keras, siang dan malam,
pagi dia keluar lebih awal dan pulang di senja belakangan, tapi
rezekinya juga tidak seberapa banyak. Di sisi lain ada juga yang
kelihatannya biasa-biasa saja, bahkan mungkin tidak berbuat banyak untuk
mendapatkan rezeki, tapi ia malah bertaburan dengan rezeki.
Apa
yang salah? Sebenarnya tak ada yang salah. Karena rezeki itu datangnya
dari Allah. Dan, Allah memberikan kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya. Namun, sebagai manusia yang diberikan akal budi, kita
tetaplah harus berikhtiar, berusaha untuk mendapatkan rezeki itu.
Terlepas nanti apakah rezeki kita banyak atau tidak, itu dikembalikan
kepada Allah. Tugas kita sebagai manusia adalah berikhtiar. “Tugas
kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena
di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan
untuk berhasil,” demikian kata motivator “The Golden Ways” Mario Teguh. Bangun pagi-pagi, kita berusaha, bertindak profesional, itu penting sekali untuk mengundang datangnya rezeki.
Di
dalam al-Qur’an, Allah menjelaskan tentang kisah mereka yang tidak
terlalu “berkeras-keras amat” dalam mencari rezeki, tapi mereka
mendapatkannya. Kasih ini tentang Nabi Musa dan Khidir yang terkait
dengan simpanan harta yang dimiliki oleh dua anak yatim di tengah
penduduk yang pelit.
Dalam surat al-Kahfi ayat 82, Allah swt., berfirman,
وَأَمَّا
الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلاَمَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ
تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ
أَن يَبْلُغَآ أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِن
رَّبِّكَ وَمَافَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَالَمْ تَسْطِعْ
عَّلَيْهِ صَبْرًا
"Adapun
dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di
kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua,
sedangkan ayahnya seorang yang shaleh, maka Tuhanmu menghendaki agar
mereka sampai kepada kedewasaannya, dan mengeluarkan simpanannya itu,
sebagai rahmat dari Tuhanmu, dan bukanlah aku melakukannya itu menurut
kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang
kamu tidak dapat sabar terhadapnya."
Harta
simpanan orang saleh tersebut berada di sebuah kota, di mana
penduduknya sangat kikir, dan tidak mau memberi makan terhadap Nabi Musa
as., dan Nabi Khidhir as., sementara bangunan yang di bawahnya terdapat
sebuah simpanan harta benda yang hampir roboh. Kemudian Nabi Khidhir
as., membangunnya kembali, sehingga bangunan itu tidak roboh, kecuali
setelah kedua anak itu dewasa dan dapat menjaga harta simpanan itu
dengan sebaik-baiknya.
Nabi
Khidhir membangun sebuah bangunan dengan tanpa mengharapkan ongkos dan
upah sama sekali, atas perintah Allah swt., agar harta simpanan kedua
anak itu dapat terjaga dengan baik. Harta simpanan itu sendiri merupakan
rezeki bagi orang-orang miskin yang berada di tengah-tengah penduduk
yang kikir itu.
Kisah
yang dipetik dari al-Qur’an itu memberi kejelasan bagi kita, bahwa
usaha itu bukanlah penyebab datangnya rezeki. Karena sebuah sebab dapat
memberikan nilai terhadap musabab. Kita dapat menyaksikan al-Qur’an
menceritakan kisah tersebut, kemudian diperkuat dengan kejadian-kejadian
yang terpampang di depan mata kita, bahwa ada orang yang tidak
berusaha, namun dia mendapatkan rezeki. Maka hal ini dapat memperkokoh
keyakinan kita, bahwa usaha itu bukanlah penyebab datangnya rezeki.
Namun dapat kita katakan, bahwa usaha itu merupakan keadaan dan hiasan
serta pembungkus yang dapat memberikan nilai tersendiri terhadap rezeki.
Sebab rezeki itu sendiri tidak datang dari usaha kita semata-mata.
Rezeki
merupakan cakupan keagungan Allah swt., Kita lihat bahwa rezeki itu
tidak datang dengan adanya usaha kita, dan dia juga tidak hilang dengan
keinginan kita. "Barangsiapa yang memperhatikan perjalanan sunnatullah,”
kata Al-Ghazali, “maka dia akan mengetahui bahwa rezeki itu datang
bukanlah disebabkan oleh adanya usaha.”
Al-Ghazali yang juga menulis kitab monumental Ihya’ Ulumuddin
itu menulis bahwa pada suatu hari, datanglah seorang yang telah
kehilangan semangat kepada seorang hakim, lantas menanyakan tentang
mengapa ada seorang yang bodoh, namun dia mendapatkan rezeki yang layak,
sedangkan di sisi lain, ada seorang yang mempunyai otak cemerlang,
namun tidak mendapatkan rezeki yang layak.
Mendengar pertanyaan itu, sang hakim menjawab sebagai berikut,
"Jika
setiap orang yang mempunyai otak cemerlang mendapat rezeki yang layak,
dan setiap orang yang bodoh tidak mendapatkan rezeki yang layak, maka
akan timbul sebuah asumsi, bahwa seorang yang mempunyai otak cemerlang
dapat memberikan rezeki terhadap temannya. Akibatnya, setelah orang lain
tahu dan berpandangan bahwa yang dapat memberikan rezeki itu adalah
temannya sendiri, maka tidak ada artinya usaha yang mereka lakukan untuk
mendapatkan rezeki tersebut."
Rejeki Tidak Akan Datang Terlambat Kalau Sudah Pada Waktunya
Kalau kita berbicara ”rejeki” rasanya tidak ada hal yang lebih penting
kecuali harus ada usaha itu sendiri sebagai bentuk sikap yang akan
menjadi bagian dari sebuah jalan ikhtiar. Rasanya tidak ada hal
yang mudah buat orang-orang yang terbiasa dengan sifat malasnya. mungkin
dari situlah ada sedikit makna pesan dari Allah bahwa rejeki itu harus
di cari, karena sesungguhnya Allah swt akan senantiasa menaburkan
rejekinya ke seluruh penjuru bumi. di sadari atau tersadarkan adakalanya
rejeki juga bisa datang dengan tiba tiba sesuai dengan kehendak yang di
atas.
Cerita dari korelasi antara ikhlas dan sebuah rejeki itu berawal dari saya yang hendak keluar dari salah satu Bank Mandiri. yang pada saat itu masih ada di beranda tepat sebelum tangga menuju pintu keluar yang langsung di hadapkan dengan banyak motor yang sudah terparkir. mungkin karena buru buru berangkat dari rumah sampai sampai saya lupa buat sekedar bawa duit recehan untuk biaya ongkos parkir. Saya pikir kalaupun bayar pakai duit seratus ribu juga mungkin tukang parkir tidak mau di bikin ribet dengan menghitung uang kembalianya yang notabene harus sibuk mengatur keluar masuknya motor lain. Atau juga mungkin tidak ada uang kembalianya. Bukanya mau memandang rendah dengan isi kantong bapak tersebut, tapi ini adalah relita nyata yang sudah banyak di temui buat ukuran seorang tukang parkir. untuk tidak mengurangi rasa hormat dan jasa beliau sebagai seorang tukang parkir, langsung saja saya punya inisiatif untuk berusaha menyodorkan uang tersebut.
”uangnya adanya yang kaya gini pak, ada kembalianya gak pak?”.
langsung tanya saya sambil mengeluarkan isi dompet.
”waduh belum ada mas”. Jawab beliau dengan menggelengkan kepalanya sembari menampilkan wajah yang sama sekali tidak merasakan kecewa sedikitpun.
”Soalnya gak ada lagi pak, kalau ke warung dulu buat mecahin duit gimana ya?”. tanya saya sambil tengok kanan kiri nyari warung terdekat.
”Udah aja mas gak papa” jawab beliau dengan ikhlasnya sambil membuka ruang untuk jalan keluar motor saya.
Karena di situ ada banyak motor yang terparkir sayapun di tuntut lebih berhati hati untuk mengeluarkan motor keluar dari deretan jalur parkir satu. Yang Kebetulan di jalur parkir dua ada motor lagi yang di kendarai oleh dua ibu muda yang mau hendak keluar juga. karena sama sama mau keluar dengan lajur jalan yang sama, sayapun mendengar jelas pembicaraan antara tukang parkir tersebut dengan seorang ibu muda tadi.
”Ini bu kembalianya”. Mungkin itulah pembicaraan pertama seorang bapak tadi setelah sibuk mencari uang recehan di kantong bajunya.
”udah gak papa kembalianya buat bapak aja”. Jawab ibu muda tersebut sambil sibuk menuntun motornya.
__
Itulah sedikit gambaran yang pernah di alami oleh seorang tukang parkir yang kebetulan dari proses kejadian itu sendiri sudah melibatkan saya sebagai orang yang merasa di untungkan. Di satu sisi beliau (tukang parkir) sangat ikhlas karena mungkin punya pemikiran yang memang belum jalan rejekinya buat beliau sendiri. Tapi di sisi lain__ mungkin karena keikhlasanya__ di waktu dan tempat yang hampir bersamaan beliau juga akhirnya sudah mendapatkan rejeki yang tidak di duga duga sebelumnya.
Dari sekelumit cerita yang saya kisahkan melalui tulisan sederhana ini pada dasarnya mungkin terdengar tidak punya pesan. Atau kira kira tidak terlalu penting buat di baca. tapi saya mencoba berusaha berpikir dengan sebijak mungkin karena kalau sedikit mencomot dari kamus hidup; konon semut berbaris baris juga katanya akan punya pesan dan makna buat kehidupan kita sebagai manusia yang mau berpikir. Sekali lagi untuk yang mau berpikir. kita di tuntut untuk bisa mengambil pesan dari semua kejadian baik itu, bahkan dari sesuatu yang tidak baik sekalipun. Karena semua pasti akan ada hikmahnya.
Dari situlah saya juga lebih percaya lagi dengan apa yang sudah di alami oleh kisah seorang tukang parkir tersebut bahwasanya rejeki tidak akan datang terlambat kalau sudah pada waktunya. Dari yang tadinya bapak tadi akan ketiban rejeki dengan keharusan saya untuk membayar biaya parkir, dengan keikhlasan bapak tadi, sayapun di ijinkan pulang tanpa harus membayarnya lebih dulu. Nah dari situ berkat keikhlasanya yang mungkin sudah di dengar Oleh Allah swt, seperti tidak di duga dari sebelumnya kalau bapak tersebut yang pada waktu itu juga pada akhirnya mendapatkan imbalan rejeki berlipat dari Allah lewat peran seorang ibu muda tadi. Besar ataupun kecil rejeki tersebut, sesungguhnya akan jauh terlihat lebih besar kalau kita bener bener ikhlas mensyukurinya. sebaliknya besar atau kecil rejeki tersebut, jelas akan merasa sangatlah kecil atau kurang jika saja kita tidak ada usaha untuk selalu mensyukurinya.
Porsi dari kebutuhan manusia itu berbeda beda. Menurut saya pribadi, Hanya perasaan ikhlas dan bersyukur yang bisa mendefinisikan besar kecilnya sebuah rejeki.
Cerita dari korelasi antara ikhlas dan sebuah rejeki itu berawal dari saya yang hendak keluar dari salah satu Bank Mandiri. yang pada saat itu masih ada di beranda tepat sebelum tangga menuju pintu keluar yang langsung di hadapkan dengan banyak motor yang sudah terparkir. mungkin karena buru buru berangkat dari rumah sampai sampai saya lupa buat sekedar bawa duit recehan untuk biaya ongkos parkir. Saya pikir kalaupun bayar pakai duit seratus ribu juga mungkin tukang parkir tidak mau di bikin ribet dengan menghitung uang kembalianya yang notabene harus sibuk mengatur keluar masuknya motor lain. Atau juga mungkin tidak ada uang kembalianya. Bukanya mau memandang rendah dengan isi kantong bapak tersebut, tapi ini adalah relita nyata yang sudah banyak di temui buat ukuran seorang tukang parkir. untuk tidak mengurangi rasa hormat dan jasa beliau sebagai seorang tukang parkir, langsung saja saya punya inisiatif untuk berusaha menyodorkan uang tersebut.
”uangnya adanya yang kaya gini pak, ada kembalianya gak pak?”.
langsung tanya saya sambil mengeluarkan isi dompet.
”waduh belum ada mas”. Jawab beliau dengan menggelengkan kepalanya sembari menampilkan wajah yang sama sekali tidak merasakan kecewa sedikitpun.
”Soalnya gak ada lagi pak, kalau ke warung dulu buat mecahin duit gimana ya?”. tanya saya sambil tengok kanan kiri nyari warung terdekat.
”Udah aja mas gak papa” jawab beliau dengan ikhlasnya sambil membuka ruang untuk jalan keluar motor saya.
Karena di situ ada banyak motor yang terparkir sayapun di tuntut lebih berhati hati untuk mengeluarkan motor keluar dari deretan jalur parkir satu. Yang Kebetulan di jalur parkir dua ada motor lagi yang di kendarai oleh dua ibu muda yang mau hendak keluar juga. karena sama sama mau keluar dengan lajur jalan yang sama, sayapun mendengar jelas pembicaraan antara tukang parkir tersebut dengan seorang ibu muda tadi.
”Ini bu kembalianya”. Mungkin itulah pembicaraan pertama seorang bapak tadi setelah sibuk mencari uang recehan di kantong bajunya.
”udah gak papa kembalianya buat bapak aja”. Jawab ibu muda tersebut sambil sibuk menuntun motornya.
__
Itulah sedikit gambaran yang pernah di alami oleh seorang tukang parkir yang kebetulan dari proses kejadian itu sendiri sudah melibatkan saya sebagai orang yang merasa di untungkan. Di satu sisi beliau (tukang parkir) sangat ikhlas karena mungkin punya pemikiran yang memang belum jalan rejekinya buat beliau sendiri. Tapi di sisi lain__ mungkin karena keikhlasanya__ di waktu dan tempat yang hampir bersamaan beliau juga akhirnya sudah mendapatkan rejeki yang tidak di duga duga sebelumnya.
Dari sekelumit cerita yang saya kisahkan melalui tulisan sederhana ini pada dasarnya mungkin terdengar tidak punya pesan. Atau kira kira tidak terlalu penting buat di baca. tapi saya mencoba berusaha berpikir dengan sebijak mungkin karena kalau sedikit mencomot dari kamus hidup; konon semut berbaris baris juga katanya akan punya pesan dan makna buat kehidupan kita sebagai manusia yang mau berpikir. Sekali lagi untuk yang mau berpikir. kita di tuntut untuk bisa mengambil pesan dari semua kejadian baik itu, bahkan dari sesuatu yang tidak baik sekalipun. Karena semua pasti akan ada hikmahnya.
Dari situlah saya juga lebih percaya lagi dengan apa yang sudah di alami oleh kisah seorang tukang parkir tersebut bahwasanya rejeki tidak akan datang terlambat kalau sudah pada waktunya. Dari yang tadinya bapak tadi akan ketiban rejeki dengan keharusan saya untuk membayar biaya parkir, dengan keikhlasan bapak tadi, sayapun di ijinkan pulang tanpa harus membayarnya lebih dulu. Nah dari situ berkat keikhlasanya yang mungkin sudah di dengar Oleh Allah swt, seperti tidak di duga dari sebelumnya kalau bapak tersebut yang pada waktu itu juga pada akhirnya mendapatkan imbalan rejeki berlipat dari Allah lewat peran seorang ibu muda tadi. Besar ataupun kecil rejeki tersebut, sesungguhnya akan jauh terlihat lebih besar kalau kita bener bener ikhlas mensyukurinya. sebaliknya besar atau kecil rejeki tersebut, jelas akan merasa sangatlah kecil atau kurang jika saja kita tidak ada usaha untuk selalu mensyukurinya.
Porsi dari kebutuhan manusia itu berbeda beda. Menurut saya pribadi, Hanya perasaan ikhlas dan bersyukur yang bisa mendefinisikan besar kecilnya sebuah rejeki.
Langganan:
Postingan (Atom)
0 komentar: